Minggu, 29 Mei 2011

DASAR-DASAR ETIKA DAN MORALITAS


DASAR-DASAR ETIKA DAN MORALITAS

A.   PENGERTIAN ETIKA  DAN MORALITAS
Etika berasal yunani kuno yang berarti Ethos dalam bentuk tunggal berarti tempat tinggal, watak, perasaan, sikap, cara berpikir dll dalam bentuk jamak berarti adat kebiasaan. Arti yang terahir ini menurut aristoteles menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah etika, jika kita membatasi diri pada asal usul kata ini maka etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Kata yang cukup dekat dengan etika adalah “Moral” yang berasal dari bahasa latin mos  ( jamak: Mores) yang berarti juga kebiasaan, adat. Dalam bahasai Inggris dan banyak bahasa lain termasuk bahasa Indonesia kata mores masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi etimologi kata etika sam dengan etimologi kata moral karena keduanya berasal dari kata adat kebiasaan  hanya bahasa asalnya yang berbeda pertama berasal dari bahasa yunani sedangkan yang kedua dari bahasa latin.  
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun secara kelompok.
Menurut Maknis suseno  Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah Moralitas. Sedangkan etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas norma atau ajaran moral tersebut. Atau kita dapat mengatakan bahwa Moralitas adalah petunjuk konkrik yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejewantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu. Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini. Tapi bedanya Moralitas langsung mengatakan kepada kita inilah caranya kita melangkah sedangkan etika justru mempersoalkan apakah saya harus melangkah dengan cara itu dan mengapa harus dengan cara itu ?.
Drs.D.P Simorangkir (1988) menyatakan bahwa etika adalah :
Norma
Nilai                      Tentang                                            Tingkah laku
Kaidah                                                                             yang baik
Ukuran
  A.W Widjaya (1994) Menyatakan bahwa etika berasal dari kata Ethos yang berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan atau kumpulan peraturan-peraturan yang mencakup adanya kesediaan karena kesusilaan dalam dirinya mulai ditaati pula oleh orang lain.
K. Berten (1999)  Menyatakan etika adalah ilmu yang membahas tentang Moralitas (tentang manusia) sejauh berkaitan dengan moralitas atau ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral.
Menurut Curtin  etika merupakan disiplin yang diawali dengan identifikasi, organisasi, analisis, memutuskan perilaku manusia dalam menerapkan prinsip mendeterminasi prilaku yang baik terhadap suatu situasi yang dihadapi.
Moralitas adalah  sebuah pranata seperti halnya agama, politik, bahasa dan sebagainya yang sudah ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun. Sebaliknya etika adalah sikap kritis setiap pribadi dan kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas itu.
Etika adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat difahami oleh pikiran manusia . Etika disebut juga ahlak atau disebut juga moral, disebut akhlak yang berasal dari bahasa arab, disebut moral berarti adat kebiasaan.
Etika adalah ilmu pengetahuan normatif, sebab etika menetapkan ukuran bagi perbuatan manusia dengan penggunaan norma baik dan buruk.
Kesimpulan etika berarti :   
1.        Nilai dan norma-norma  moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya etika suku-suku indian, etika agama budha, etika protestan  dll, maka tidak dimaksudkan “ilmu” melainkan sebagai sistem nilai artinya bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.  
2.         Kumpulan asas atau nilai moral (Kode Etik) misalnya etika rumah sakit Indonesia, etika profesi fisioterapi, keperawatan dll.
3.        Ilmu tentang apa yang baik dan buruk. Dimana etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam masyarakat sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. (sama artinya dengan filsafat moral).
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik. Moralitas adalah tradisi kepercayaan dalam agama atau kebudayaan, tentang perilaku yang baik dan buruk. Moralitas memberi manusia aturan atau petunjuk konkrik tentang bagaimana ia harus hidup bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik, dan bagaimana menghindari perilaku yang tidak baik.   






B.   MACAM-MACAM ETIKA
1.        Etika Deskriptif
Berusaha meneropon secara kritis dan rasional sikap dan pola prilaku manusia dan apa yang dikerjakan olah manusia dalam hidup ini sebagai suatu yang bernilai. Etika ini berbicara mengenai fakta apa adanya yaitu mengenai nilai dan pola prilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrik yang membudaya. Ia berbicara mengenai kenyataan penghayatan nilai, tanpa menilai, dalam situasi masyarakat, tentang sikap orang dalam menghayati hidup ini dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis.
2.        Etika Normatif
Berusaha menerapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dimiliki oleh manusia, dan apa tindakan yang seharusnya diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam hidup ini. Etika Normatif berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma, ia menghimbau manusia untuk bertindak yang baik menghindari yang jelek.
Kedua Jenis etika ini pada akhirnya menuntun orang untuk mengambil sikap dalam hidup ini, bedanya etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau di ambil, sedangkan etika normatif memberikan penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.  

C.   KEGUNAAN ETIKA
Ada empat alasan mengapa etika pada zaman ini diperlukan yaitu :
1.        Kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik juga dalam bidang moralitas, setiap hari kita bertemu orang dari suku, daerah, agama yang berbeda-beda. Kesatuan tatanan normatif sudah tidak ada lagi, kita berhadapan dengan sekian banyak pandangan moral yang sering saling bertentangan dan semua mengajukan klaim mereka kepada kita, mana yang harus kita ikuti ?.
2.        Kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding, perubahan itu terjadi dibawah hantaman kekuatan yang mengenai semua segi kehidupan kita  yaitu gelombang mederenisasi. Dalam situasi ini etika mau membantu agar kita jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa yang boleh saja berubah dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap-sikap yang dapt kita pertanggung jawabkan.
3.        Proses perubahan sosial budaya dan moral yang kita alami ini dipergunakan oleh berbagai pihak untuk memancing dalam air keruh. Mereka menawarkan ideologi-ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi-ideologi itu dengan kritis dan obyektif dan untuk membentuk penilaian sendiri agar kita tidak terlalu mudah terpancing. Etika juga membantu agar kita jangan naif dan extrim, kita jangan cepat-cepat memeluk segala pandangan yang baru tetapi jangan menolak nilai-nilai hanya karena baru dan belum biasa.
4.        Diperlukan oleh kaum agama yang disatu pihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Dari penjelasan diatas maka kegunaan etika adalah :
  1. Sebagai pegangan dalam menghadapi pergolakan moral.
  2. Mampu membedakan antara apa yang hakiki dan apa yang boleh saja berubah.
  3. Mampu menghadapi ideologi-ideologi dengan kritis dan obyektif.
  4. Oleh kaum agama menemukan dasar kemantapan keimanan dan kepercayaan mereka serta tidak menutup diri dalam perubahan dimensi masyarakat.
Dengan demikian Tujuan Etika adalah :
  1. Mengetahui dan menyadari bagaimana seharusnya seseorang berprilaku dan bertindak.
  2. Dapat melaksanakan dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari apa yang diyakini akan hal-hal yang baik dan menghindari hal-hal yang buruk sehingga tercapai kedamaian dalam kehidupan.          
D.   ETIKA DAN ETIKET
Persamaan etika dan etiket adalah :
1.        Etika dan etiket menyangkut prilaku manusia
2.        Mengatur prilaku manusia secara normatif
Perbedaan etika dan etiket :
  1. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia, atau menunjukkan cara yang tepat. Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya tetapi memberikan norma tentang perbuatan itu sendiri apa suatu perbuatan boleh dilakukan ya atau tidak.
  2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan sedangkan etika selalu berlaku tidak tergantung pada hadir tidaknya orang.
  3. Etiket bersifat relatif yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan bisa saja sopan dalam kebudayan yang lain. Etika jauh lebih absolut jangan mencuri, jangan berbohon dll merupakan prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.    
  4. Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedangkan etika menyangkut manusia dari segi dalam . Bisa saja orang tampil sebagai musan berbulu ayam dari luar sangat sopan dan halus tetapi didalam penuh kebusukan. Tidak merupakan kontradiksi jika seorang selalu berpegang pada etiket dan sekaligus bersifat munafik. Tetapi orang yang etis sifatnya tidak mungkin bersifat munafik.

E.   SISTEMATIKA ETIKA


ET
IKA
 
                                          Umum
                                          Prinsip moral
                                            Dasar                            Etika Individu

                                                                                                Etika keluarga
                                                                                                Etika Pribadi
                                                                                                Dll

                                                                                                Etika Sosial
                                    Khusus
                                    Terapan                     E. Politik
                                                                        E. Ling. Hidup
                                                                        Kritis ideologi
                                                                        Etika Profesi

                                                                                                            Biomedis
                                                                                                            Bisnis
                                                                                                            Hukum
                                                                                                            Dll



F.    MORAL, NORMA DAN AGAMA, HUKUM
1.    Moral
Kata Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Jadi  bukan mengenai baik buruknya begitu saja, misalnya sebagai dosen, mahasiswa ahli fisioterapi melainkan sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikanya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.
Norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang maka dengan norma-norma moral kita betul-betul di nilai, kita tidak dilihat dari salah satu segi, melainkan sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia.        
2.    Norma/kaidah
Norma berasal dari istilah “norm” yang artinya pedoman atau patokan bagi setiap orang dalam bersikap tindak baik terhadap diri orang lain ataupun terhadap dirinya sendiri. Dalam bahasa belanda istilah norma disebut juga “mattregel”  maat artinya sama dengan kaidah yang berasal dari kata “ Aqidah”.
Norma yang diperlukan sebagai pedoman untuk bersikap tindak kepada orang lain mis : norma sopan santun, norma hukum, norma tata tertib dan sebagainya. Norma yang menjadi patokan/pedoman untuk bersikap tindak kepada orang lain dikatakan norma insubjektif.
Norma yang diperlukan sebagai pedoman untuk bersikap tindak kepada diri sendiri mis: pola hidup yang baik dan benar, baik dalam berfikir, berkehendak dan berbuat, norma penjagaan kesehatan tubuh, norma tata busana dan sebagainya. Norma-norma yang menjadi patokan /pedoman untuk bersikap tindak terhadap diri sendiri disebut normA reflektif.
Norma-norma yang menjadi pedoman atau patokan bagi manusia dalam bersikap tindak menurut bidang pengaturannya dalam kehidupan bermasyarakat maupun masing-masing secara individual meliputi :
1.        Kaedah kepercayaan/keagamaan
Kaedah ini ditujukan kepada kehidupan beriman, ditujukan kepada kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri . Sumber kaedah ini adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-pelanggaran kaedah kepercayaan atau agama itu dengan sanksi. Kaedah kepercayan ini tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi kepada sikap batin manusia. Diharapkan dari  manusia bahwa sikap batinnya sesuai dengan isi kaedah kepercayaan atau keagamaan. Kaedah ini hanya membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban semata-mata dan tidak memberikan hak. Contoh :
a.        Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Surat Al Isra’ ayat 32).
b.        Janganlah kamu membunuh, Janganlah kamu berbuat zina (Keluaran 20:14,14) dll
2.        Kaedah kesusilaan
Kaedah ini berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Sebagai pendukung akedah kesusilaan adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai mahluk sosial atau sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Kaedah ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.
Kaedah kesusilaan ini ditujukan kepada umat manusia agar terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna menyempurnakan  manusia dan melarang manusia berbuat jahat. Membunuh, berzina, mencuri dan sebagainya tidak hanya dilarang oleh kaedah kepercayaan atau keagaman saja tetapi dirasakan juga sebagai bertentangan dengan kaedah kesusilaan  dalam setiap hati nurani manusia. Kaedah kesusilan hanya membebani manusia dengan kewajiban-kewajibannya saja.
Asal atau sumber kaedah kesusilaan adalah dari manusia sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia juga. Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar kaedah kesusilaan dengan sanksi. Tidak ada kekuasaan di luar dirinya yang memaksakan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran kaedah kesusilaan, Mis: pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani  si pelanggar rasa menyesal, rasa malu, takut, merasa bersalah sebagai sanksi atau reaksi terhadap pelanggaran kaedah kesusilan tersebut.       
3.        Kaedah sopan santun (tata krama/adat)
Kaedah sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Kaidah ini ditujukan kepada sikap lahir pelakunya yang konkrik demi penyempurnaan atau ketertiban masyarakat dan bertujuan menciptakan perdamaian, tata tertib atau membuat “sedap” lalu lintas antar manusia yang bersifat lahiriah. Sopan santun lebih mementinkan yang lahir atau yang formal: pergaulan, pakaian, bahasa dan lain-lain. Menyentuh tidak semata-mata sebagai individu tetapi sebagai mahluk sosial, jadi menyentuh kehidupan bersama.
Kaedah sopan santun membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban saja. Kekuasaan masyarkat secara tidak resmilah yang mengancam dengan sanksi bila kaedah sopan santun ini dilanggar. Yang memaksakan kepada kita adalah kekuasaaan diluar diri kita (Heteronom). Sanksi ini dapat berupa teguran, cemoohan, celaan, pengucilan dsb tidak dilakukan oleg masyarakat secara terorganisir tetapi oleh setiap orang secara terpisah yang menghendaki memberi sanksi. Daerah berlakunya kaedah sopan santun ini sempit, terbatas secara lokal atau pribadi. Sopan santun disuatu daerah tidak sama dengan di daerah lain. Berbeda lapisan masyarakat berbeda pula sopan santunnya.       
4.        Kaedah Hukum
Kaedah hukum melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia yang sudah mendapat perlindungan dari ketiga kaedah lainnya dan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tadi.
Kaedah hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang konkrit, bukan untuk menyempurnakan manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakat agar jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar tidak terjadi kejahatan. Isi kaedah hukum ini ditujukan kepada sikap lahir manusia, mengutamakan perbuatan lahir.
Kaedah hukum berasal dari luar diri manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom). Masyarakatlah secara resmi diberi kekuasaan untuk memberi sanksi atau menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat menjatuhkan hukuman.   
3.    Agama
Allah memberikan benih-benih keagaman kepada manusia. Manusia dimana-mana percaya bahwa ada kekuatan atau kekuasaan yang melebihi kuasa manusia sendiri hal ini nyata terutama apabila seseorang ditimpa kemalangan mengalami kesulitan atau perasaan bersyukur.
Agar manusia mendapat perlindungan dari Allah maka ia mengadakan upacara-upacara pada waktu dan tempat tertentu. Berbagai unsur pengajaran diadakan dalam melakukan upacara-upacara  itu. Cara menyembah sesuatu yang dianggap lebih berkuasa dan mulia inilah yang kita sebut Agama. Orang yang beragama ialah orang yang percaya dan berpegang kepada sesuatu yang disembahnya.
Istilah Agama memiliki ruang lingkup pengertian yang khusus dan sempit. Dikatakan demikian karena agama adalah kepercayan yang ada nabi/Rasulnya, ada kitab sucinya dan ajarannya ada dimana-mana (universal) ada ummatnya yang umum dimana-mana dan terdiri dari berbagai bangsa.   
4.    Hukum
Kalau kita berbicara tentang hukum pada umumnya yang dimaksud adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, Keseluruhan peraturan tentang tingkah laku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antar individu dan masyarakat dan antar individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Dalam usahanya mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Berusaha mencari kesimbangan antara memberikan kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat bahwa masyarakat itu terdiri dari individu-individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu terjadi komplik atau ketegangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau komplik ini sebaik-baiknya.
Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyokyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.
Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia hukum mempunyai tujuan yaitu menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Sehingga diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
Dengan melihat materi diatas, maka dapatlah kita membedakan antara hukum dan moral yaitu :
1.        Hukum lebih dikodifikasi dari pada moralitas, artinya dituliskan dan secara kurang lebih sistematis disusun dalam kitab undang-undang sehingga norma yuridis mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat lebih obyektif.
2.        Baik hukum maupun moral mengatur tingkah laku manusia namun hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangku juga sikap batin seseorang.
3.        Sanksi yang berkaitan dengan hukum berlainan dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagaian besar sanksinya dapat dipaksakan, tetapi norma-norma etis/moral tidak dapat dipaksakan.
4.        Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara (tidak secara langsung berasal dari negara) sedangkan moralitas didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi para individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat merubah hukum, tetapi tidak pernah masyarakat dapat mengubah /membatalkan suatu norma moral.          
G.   HUBUNGAN ANTARA MANUSIA
Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu hidup bersama, hidup berkelompok, sekurang-kurannya kehidupan bersama itu terdiri dari dua orang suami istri ataupun ibu dan bayinya.
Dalam sejarah perkembangan manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itupun hanyalah untuk sementara waktu. Hidup menyendiri terlepas dari pergaulan manusia dalam masyarakat, hanya mungkin terjadi dalam alam dongen belaka, karena sejak dahulu kala dalam diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul dengan sesamanya dalam satu kelompok (hasrat untuk bermasyarakat).
Aristoteles, seorang ahli pikir yunani kuno menyatakan bahwa manusia adalah “ zoon Politicon “ artinya   artinya bahwa manusia itu sebagai mahluk pada dasarnya selalu inngin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi mahluk yang suka bermasyarakat. Oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial. Sebagai individu manusia tidak dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkannya dengan mudah, mis: pak tani baru dapat mengerjakan tanahnya setelah ia memperoleh alat-alat pertanian yang dibuat oleh pandai besi. Pakainan yang dipakainya malah hasil karya tukang jahit.
Hasrat untuk hidup bersama memang telah menjadi pembawaan manusia, merupakan suatu keharusan badaniah untuk untuk melangsungkan hidupnya. Persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama itu lazim disebut masyarakat. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih hidup bersama , sehingga dalam pergaulan hidup ini timbul berbagai hubungan atau pertalian yang mengakibatkan bahwa yang seorang dan yang lain saling kenal mengenal dan pengaruh mempengaruhi.
Keperluan sendiri-sendiri pada manusia seringkali searah serta berpadanan satu sama lainnya sehingga dengan kerja sama tujuan manusia untuk memenuhi keperluan itu akan lebih mudah tercapai, akan tetapi kadang kala kepentingan-kepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.
Dipandang dari segi kekuatan fisik/badaniah, manusia tergolong mahluk yang lemah. Oleh karena itu manusia seorang diri sulit untuk mempertahankan hidupnya. Manusia memerlukan adanya persatuan dalam menyusun usaha dan mempunyai rencana bersama untuk dapat membela diri, keluarga dan kelompoknya terhadap ancaman. Tiap manusia mempunyai keperluan sendiri-sendiri, seringkali keperluan itu searah atau berpadanan satu sama lainnya  sehingga dengan kerja sama tujuan manusia untuk memenuhi keperluan itu akan lebih mudah dan lekas tercapai.
Dengan sadar atau tidak manusia dipengaruhi oleh peraturan-peraturan hidup bersama yang mengekang hawa nafsu dan mengatur hubungan antara manusia. Peraturan-peraturan itu memberi petunjuk perbuatan mana yang boleh dijalankan dan perbuatan mana yang harus dihindari. Jadi peraturan tersebut memberi pedoman kepada manusia bagaimana bertingkah laku dan bertindak dalam masyarakat.            
1.        Peran Manusia dalam HAM
Tiap manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerja sama, tolong menolong, bantu membantu untuk memperoleh keperluan hidupnya. Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakekat sifat kodrat manusia dari kaca mata yang berbeda-beda. Manusia sebagai mahluk individu-sosial dalam berhubungan dengan sesamanya  dapat dilihat dari dua aliran atau pandangan.
a.        Aliran individualisme
Faham individualisme yang merupakan cikal bakal faham liberalisme, memandang manusia sebagai mahluk individu yang bebas. Nilai tertinggi manusia adalah perkembangan dan kebahagiaan individu. Masyarakat semata-mata merupakan sarana bagi individu untuk mencapai tujuannya. Tidak masuk akal individu mengorbankan kepentinganya sendiri demi kepentingan masyarakat . Masyarakat sekedar melayani individu  (pengertian yang lebih positif yaitu sebagai pandangan bahwa masing-masing orang hendaknya  mengembangkan diri dan bertindak sesuai dengan kepribadianya, penilaian dan tanggung jawab sendiri dari pada ikut-ikutan saja dengan arus massa). Paham ini berpandangan bahwa hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradiqma sifat kodrat manusia sebagai individu.   
b.        Aliran kolektifitas 
Paham kolektivitas yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai mahluk sosial saja. Individu dipandang sekedar sebagai sarana bagi masyarakat. Oleh karena itu konsekwensinya segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara didasarkan pada sifat kondrat manusia sebagai mahluk sosial. Paham ini berpandangan bahwa hak dan kewajiban baik moral maupun hukum dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai mahluk sosial.
Manusia sebagai mahluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktifitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung kepada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai warga masyarakat  atau sebagai mahluk sosial.
Berdasarkan sifat kodrat manusia tersebut, maka dalam cara manusia memandang dunia, menghayati dirinya sendiri, menyembah Tuhan yang Maha Esa dan menyadari apa yang menjadi kewajibannya  ia senantiasa dalam hubungan dengan orang lain. Segala hal yang berkaitan dengan sikap moralnya baik hal maupun kewajiban moralnya, tidak bisa ditentukan hanya berdasarkan norma-norma secara individual, melainkan senantiasa dalam hubungannya dengan masyarakat. Oleh karena itu tanggung jawab moral pribadi manusia hanya dapat berkembang dalam kerangka hubungannya dengan orang lain sehingga kebebasan moralitasnya senantiasa berhadapan dengan masyarakat.
Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa berdasarkan hakikat sifat kondrat manusia adalah manusia monodualisme yaitu sebagai mahluk individu sekaligus sebagai mahluk sosial.          
2.        Hak asasi manusia
Hak asasi manusia merupakan sesuatu pembicaraan yang menarik, sebab menyangkut harkat, martabat dan harga diri yang merupakan sesuatu yang sangat esensi pada diri manusia. Hak asasi manusia tidak dapat terwujud apabila individu tidak hidup bermasyarakat dalam kehidupan bangsa.
Penerapan hak asasi yang mungkin sudah terwujud disuatu tempat, akan berbeda jika kejadiannya berlangsung di tempat lain, karena di dalamnya sudah menyangkut emosi adat istiadat maupun karakter atau watak warga setempat.
Hak asasi tumbuh dan berkembang ketika hak-hak tersebut mulai diperhatikan dan diperjuangkan terhadap kekuasaan yang dibentuk oleh masyarakat manusia itu sendiri yang disebut  state/negara. Jadi persoalan hak-hak asasi manusia berkisar antara hubungan manusia sebagai individu dengan negara sebagai organisasi masyarakat.
Hak asasi manusia ialah hak-hak dasar atau pokok yang dimiliki dan dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa atau hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut UU RI No. 39 tahun 1999 yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang maha Esa dan merupakan anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok termasuk aparat negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum, mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang  dan tidak mendapatkan atau dikawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar